Westlife

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Cari Blog Ini

RSS

WELCOME

Join With Facebook

Adanya manusia menurut al-Qur’an adalah karena
sepasang manusia pertama yaitu Bapak Adam dan Ibu Hawa. Disebutkan bahwa, dua
insan ini pada awalnya hidup di surga. Namun, karena melanggar perintah Allah
maka mereka diturunkan ke bumi. Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia
ini kemudian beranak-pinak, menjaga dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu.

Tugas yang amat berat untuk menjadi penjaga bumi.
Karena beratnya tugas yang akan diemban manusia, maka Allah memberikan pengetahuan
tentang segala sesuatu pada manusia. Satu nilai lebih pada diri manusia, yaitu
dianugerahi pengetahuan. Manusia dengan segala kelebihannya kemudian ditetapkan
menjadi khalifah dibumi ini. Satu kebijakan Allah yang sempat ditentang oleh
Iblis dan dipertanyakan oleh para malaikat. Dan Allah berfirman: “....Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka
nama-nama mereka...” (al-Baqarah ayat 33). Setelah Adam menyebutkan
nama-nama itu pada malaikat, akhirya Malaikatpun tahu bahwa manusia pada
hakikatnya mampu menjaga dunia.

Dari uraian ini dapat dipahami bahwa manusia
adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah SWT. Dengan segala
pengetahuan yang diberikan Allah manusia memperoleh kedudukannya yang paling
tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Inipun dijelaskan dalam firman
Allah SWT: “.....kemudian kami katakan
kepada para Malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka merekapun bersujud
kecuali Iblis, dia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir” (al-Baqarah ayat 34). Ini menunjukkan bahwa manusia
memiliki keistimewaan dibanding makhluk Allah yang lainnya, bahkan Malaikat
sekalipun.

Menjadi menarik dari sini jika legitimasi
kesempurnaan ini diterapkan pada model manusia saat ini, atau manusia-manusia
pada umumnya selain mereka para Nabi dan orang-orang maksum. Para nabi dan
orang-orang maksum menjadi pengecualian karena sudah jelas dalam diri mereka
terdapat kesempurnaan diri, dan kebaikan diri selalu menyertai mereka. Lalu,
kenapa pembahasan ini menjadi menarik ketika ditarik dalam bahasan manusia pada
umumnya. Pertama, manusia umumnya
nampak lebih sering melanggar perintah Allah dan senang sekali melakukan dosa. Kedua, jika demikian maka manusia
semacam ini jauh di bawah standar malaikat yang selalu beribadah dan menjalankan
perintah Allah SWT, padahal dijelaskan dalam al-Qur’an Malaikatpun sujud pada
manusia. Kemudian, ketiga, bagaimanakah
mempertanggungjawabkan firman Allah di atas, yang menyebutkan bahwa manusia
adalah sebaik-baiknya makhluk Allah.

Tiga hal inilah yang menjadi inti pembahasan ini.

Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk
melanggar perintah Allah, padahal Allah telah menjanjikannya kedudukan yang
tinggi. Allah berfirman: “Dan kalau Kami
menghendaki sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah.............” (al-A’raaf, ayat 176). Dari ayat ini dapat dilihat
bahwa sejak awal Allah menghendaki manusia untuk menjadi hamba-Nya yang paling
baik, tetapi karena sifat dasar alamiahnya, manusia mengabaikan itu. Ini
memperlihatkan bahwa pada diri manusia itu terdapat potensi-potensi baik, namun
karena potensi itu tidak didaya gunakan maka manusia terjerebab dalam lembah
kenistaan, bahkan terkadang jatuh pada tingkatan di bawah hewan.

Satu hal yang tergambar dari uraian di atas adalah
untuk mewujudkan potensi-potensi itu, manusia harus benar-benar menjalankan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dan tentu manusia mampu untuk menjalani ini.
Sesuai dengan firman-Nya: “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikannya) dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.......” (al-Baqarah ayat 286). Jelas sekali bahwa Allah tidak akan
membebani hamba-Nya dengan kadar yang tak dapat dilaksanakan oleh mereka.
Kemudian, bila perintah-perintah Allah itu tak dapat dikerjakan, hal itu karena
kelalaian manusia sendiri. “ Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.” Mengenai kelalaian manusia, melalui surat
al-Ashr ini Allah selalu memperingatkan manusia untuk tidak menyia-nyiakan
waktunya hanya untuk kehidupan dunia mereka saja. Bahkan Allah sampai bersumpah
pada masa, untuk menekankan peringatan-Nya pada manusia. Namun, lagi-lagi
manusi cenderung lalai dan mengumbar hawa nafsunya.

Unsur-unsur
dalam diri manusia

Membahas sifat-sifat manusia tidaklah lengkap jika
hanya menjelaskan bagaimana sifat manusia itu, tanpa melihat gerangan apa di
balik sifat-sifat itu. Murtadha Muthahari di dalam bukunya Manusia dan Alam Semesta sedikit menyinggung hal ini. Menurutnya
fisik manusia terdiri dari unsur mineral, tumbuhan, dan hewan. Dan hal ini juga
dijelaskan di dalam firman Allah : Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan memulai penciptaan
manusia dai tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina (air mani).Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya
roh (ciptaan)Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati; (tapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (as-Sajdah ayat 7-9). Sejalan
dengan Muthahari dan ayat-ayat ini, maka manusia memiliki unsur paling lengkap
dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Selain unsur mineral, tumbuhan, dan
hewan (fisis), ternyata manusia memiliki jiwa atau ruh. Kombinasi inilah yang
menjadikan manusia sebagai makhluk penuh potensial.

Jika unsur-unsur ditarik garis lurus maka, ketika
manusia didominasi oleh unsur fisisnya maka dapat dikatakan bahwa ia semakin
menjauhi kehakikiannya. Dan implikasinya, manusia semakin menjauhi Allah SWT.
Tipe manusia inilah yang dalam al-Qur’an di sebut sebagai al-Basyar,
manusia jasadiyyah. Dan demikianpun sebaliknya, semakin manusia
mengarahkan keinginannya agar sejalan dengan jiwanya, maka ia akan memperoleh
tingkatan semakin tinggi. Bahkan dikatakan oleh para sufi-sufi besar, manusia
sebenarnya mampu melampaui malaikat, bahkan mampu menyatu kembali dengan sang
Khalik. Manusia seperti inilah yang disebut sebagai al-insaniyyah.

Luar biasanya manusia jika ia mampu mengelola
potensinya dengan baik. Di dalam dirinya ada bagian-bagian yang tak dimiliki
malaikat, hewan, tumbuhan, dan mineral—satu persatu. Itu karena di dalam diri
manusia unsur-unsur makhluk Allah yang lain ada. Tidak salah bila dikatakan
bahwa alam semesta ini makrokosmos dan manusia adalah mikrokosmosnya.

Penutup

Manusia adalah manusia dengan segala potensialitasnya.
Ia dapat memilih mendayagunakan potensialitasnya atau mengabaikannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar